Bangunan Etnik Klasik di Jabon
Berbicara tentang bangunan etnik klasik di Jabon terdapat
beberapa gaya arsitektur etnik yaitu etnik kolonial Belanda, etnik timur
tengah (Arab) bahkan etnik China. Paling mudah untuk melihat
bangunan bergaya etnik kolonial Belanda yaitu dengan melihat rumah pompa Jabon,
bangunan ini dibangun pada tahun 1920 seperti yang terterah pada dinding gewel
depan, untuk melihat bangunan klasik etnik kolonial Belanda
lainnya yaitu di desa Pejarakan selatan. Sedangkan bangunan etnik timur tengah (Arab) bahkan etnik
China yaitu di Kauman, Magersari, Kawatan (desa Kedung Cangkring) dan di desa
Jemirahan. Desa-desa tersebut pada tahun 1800an sudah ada, dilihat dari tata letak
dan bangunan rumah, gapura, pagar dan tiang listrik kuno, sudah dapat diduga
bahwa desa Pejarakan dan Kedung Cangkring merupakan ”Kota Tua” di Sidoarjo.
Rumah-rumah di Pejarakan dan Kedung Cangkring, telah berdiri
berdempet-dempetan, yang mengisaratkan, bahwa sebelum Sidoarjo,
di Pejarakan dan Kedung Cangkring, peradaban telah lahir lebih dulu.
Kedung Cangkring menjadi pusat ekonomi atau perdagangan karena letaknya yang
dekat dengan kali porong, sebuah jalur transportasi zaman dulu. Dari bangunan
etnik klasik tersebut memang telah ada beberapa kali mengalami
renovasi, tapi sisi arsitekturnya masih terkesan bergaya etnik kolonial
Belanda, etnik timur tengah (Arab) bahkan etnik China. Dari beberapa bangunan yang ada mungkin sengaja dibiarkan saja oleh pemiliknya dan terbengkalai bahkan dialihfungsikan yang
semula sebagai rumah tinggal menjadi tempat usaha seperti toko, warung, garasi
mobil dan sarang burung walet sehingga banyak ornamen-ornamen arsitektur khas
etniknya dirusak atau dihilangkan oleh pemiliknya. Dan juga setahu saya,
di rumah etnik klasik dan bangunan lainya tertulis
angka tahun pembuatan yang bervariasi mulai
tahun 1910an sampai dengan tahun 1920an tertera pada
dinding gewel depan, lisplank teras dan pagar gapura pintu masuk rumah.
Latar
belakang
Gaya Arsitektur
Kolonial Belanda sebenarnya
dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW. Daendels yang memiliki ciri
khas gaya kebudayaan Belanda. Jenderal
HW. Daendels datang ke Hindia Belanda (Indonesia) sekitar tahun 1800an. Sehingga memberi
pengaruh besar pada pembangunan gedung pemerintahan seperti perkantoran,
gedung sekolah, stasiun kereta api, pabrik gula, rumah dinas pemerintah, rumah
petinggi dan pasar di Jawa. Keberadaan
bangunan berarsitektur kolonial ini merupakan salah satu konsep perencanaan
kota kolonial yang dibangun oleh Hindia Belanda yaitu perpaduan model bangunan
Belanda dengan teknologi bangunan daerah tropis. Model bangunan
berarsitektur Kolonial ini memiliki kekhasan bentuk bangunan terutama pada
fasade bangunannya. Diantara ciri-ciri bangunan Kolonial yaitu:
1. Penggunaan
gewel (gable) pada fasade bangunan yang biasanya berbentuk segitiga.
2. Penggunaan
tower pada bangunan.
3. Penggunaan
dormer pada atap bangunan yaitu model jendela atau bukaan lain yang letaknya di
atap dan mempunyai atap tersendiri.
4.
Model denah yang simetris dengan satu lantai atas.
5.
Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam.
6.
Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya
Yunani.
7.
Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.
8.
Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela),
dan tanpa overstek (sosoran).
Gaya Arsitektur Timur Tengah (Arab) dan gaya Arsitektur
China dipengaruhi oleh masuknya agama dan budaya Islam, begitu juga budaya China ke Indonesia, adanya hubungan perdagangan
Asia kuno, yang dilakukan oleh bangsa China dan India,
yang mendorong pedagang lainnya seperti pedagang dari Arab, Persia,
Gujarat untuk ikut serta dalam hubungan perdagangan tersebut. Hal itu
menyebabkan kota-kota pelabuhan yang berfungsi sebagai tempat transit
ramai dikunjungi orang, sehingga dapat berkembang menjadi pusat-pusat
perdagangan dunia. Dari hubungan perdagangan tersebut, mereka dapat saling
mengenal budaya yang dibawa oleh masing-masing pedagang yang dapat dilihat
dari bahasa, barang dagangan yang dibawa maupun dari corak hidup. Untuk
itu banyak pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang menetap dan
menikah dengan penduduk setempat, sehingga budaya Islam dan agama
Islam dapat dengan mudah disebarkan di berbagai wilayah Indonesia melalui pendekatan
budaya. Sehingga memberi pengaruh besar pada bentuk gaya arsektektur
tempat tinggal maupun tempat usaha. Sehingga pemerintah Hindia Belanda
pada waktu itu membuat konsep perencanaan kota dengan membagi atau
mengelompokkan zona tempat hunian dari masing-masing etnis yaitu untuk etnis
Arab di beri kawasan lingkungan Kauman sedangkan etnis China kawasan lingkungan
Pecinan.
ciri-ciri
bangunan timur tengah yaitu:
1. Pada
tembok dan gewel fasade depan terdapat ukiran-ukiran berbentuk bunga dan
tulisan arab.
2. Bangunan
yang berbentuk kubah diindentivikasikan sebagai bangunan mesjid.
3. Banyak
terdapat unsur lengkung pada bangunan.
4. Bangunan
umum nya berbentuk persegi.
5. Motiv
pada keramik lantai seperti bunga dan mozaik.
6. Adanya
tralis dan kaca patri pada jendela.
7. Banyak
terdapat Kisi-kisi
8. Pintu
yang lebar dan tinggi dilengkapi dengan ukiran-ukiran.
9. Adanya
taman ditengah-tengah bangunan yang dilengkapi dengan kolam yang membelah
taman.
Sedangkan
ciri-ciri bangunan etnik China yaitu:
1. Courtyard.
2. Penekanan pada bentuk atap yang khas (memiliki ornamen yang disetiap ujung
maupun ditengah bubungan genteng).
3. Elemem-elemen struktural yang terbuka (kadang-kadang disertai dengan ornamen
ragam hias).
4. Mempunyai pilar besar (bulat) dan penuh dengan ukiran dan ornamen.
5. Pintu,
jendela yang lebar dan tinggi dilengkapi dengan ukiran-ukiran.
6. Penggunaan warna yang khas.
Bentuk
arsitektur bergaya etnik kolonial Belanda, etnik timur tengah
(Arab) dan etnik China di Jabon sesudah tahun 1800 merupakan bentuk
perpaduan yang spesifik, dan pemukiman atau bangunan tersebut sudah ada.
Bentuk bangunan etnik tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern
yang berkembang di kota-kota besar yang di Jawa Timur seperti Surabaya,
Sidoarjo, Pasuruan, Bangil, Gempol dan Porong pada waktu yang bersamaan dengan
penyesuaian iklim tropis basah Jabon. Ada juga beberapa bangunan arsitektur
etnik tersebut yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat yang kemudian
diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil keseluruhan dari arsitektur
etnik di Jabon tersebut adalah suatu bentuk khas yang berlainan dengan
arsitektur modern yang ada di Belanda, Timur tengah (Arab) maupun
China sendiri.
Berikut
ini akan saya sertakan foto-foto bangunan etnik klasik tahun 1910an sampai
dengan tahun 1920an di Jabon dan sekitarnya.
1. Rumah Pompa Jabon (P.S.Djabon)
Tampak bagian depan rumah pompa Jabon. Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Tampak bagian samping rumah pompa Jabon. Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Tampak rumah pompa Jabon dan pintu air tersier. |
Tampak bagian mesin pompa (roda besi) rumah pompa Jabon. |
2. Rumah
Warga di Pejarakan Selatan
Rumah
warga di Pejarakan selatan ini tahun pembuatannya bervariasi mulai tahun 1910an sampai
dengan tahun 1920an yang tertera pada dinding gewel (gable) depan
dan bentuk gewelnya penuh dengan ornamen maupun mainan bentuk yang bermotiv
kuncup bunga dsb. Bentuk kolom teras dan selasar bulat dan simetris, kolom
persegi dan bulat dengan dimensi yang besar dihiasi ornamen garis-garis dan
bermotiv, bentuk lisplank ukiran kayu maupun bertekstur. Dari identifikasi
diatas jelas bahwa bangunan tersebut bergaya etnik klasik dan perpaduan antara
gaya arsitektur etnik kolonial Belanda, etnik timur tengah (Arab) dan
etnik China.
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Tidak adanya halaman rumah maupun garis sempadan bangunan. Tampak salah satu rumah dengan pagar yang langsung perbatasan dengan jalan umum. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur etnik Belanda dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. Tampak bangunan sudah dialih fungsikan oleh pemiliknya. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. Tampak bangunan sudah dialih fungsikan oleh pemiliknya. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
3. Rumah warga di Kauman, Magersari, Kawatan (Desa Kedung Cangkring)
Desa Kedung Cangkring ini diperkirakan sudah ada pada tahun 1800an, dilihat dari tata
letak dan bangunan rumah, gapura, pagar dan tiang listrik kuno, sudah dapat
diduga bahwa desa Kedung Cangkring merupakan ”Kota Tua” di Sidoarjo.
Rumah-rumah di Kedung Cangkring, telah berdiri
berdempet-dempetan, yang mengisaratkan, bahwa sebelum Sidoarjo, Kedung
Cangkring, peradaban telah lahir lebih dulu. Kedung Cangkring menjadi
pusat ekonomi atau perdagangan karena letaknya yang dekat dengan kali porong,
sebuah jalur transportasi zaman dulu. Dari bangunan
etnik klasik tersebut memang telah ada beberapa kali mengalami
renovasi, tapi sisi arsitekturnya masih terkesan bergaya etnik kolonial
belanda, etnik timur tengah (Arab) bahkan etnik China. Dan juga setahu saya,
di rumah etnik klasik dan bangunan lainya tertulis
angka tahun pembuatan yang bervariasi mulai
tahun 1910an sampai dengan tahun 1920an tertera pada
dinding gewel depan, lisplank teras dan pagar gapura pintu masuk rumah. Dari identifikasi diatas jelas bahwa bangunan
tersebut bergaya etnik klasik, perpaduan antara gaya arsitektur etnik kolonial
Belanda, etnik timur tengah (Arab) dan etnik China.
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Tidak adanya halaman rumah maupun garis sempadan bangunan. Tampak salah satu rumah dengan pagar yang langsung perbatasan dengan jalan umum. |
Kombinasi antara gaya arsitektur etnik kolonial belanda dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur etnik kolonial belanda dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik kolonial belanda, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Arab) dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. Tampak sepertinya rumah ini sudah mengalami renovasi. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Tidak adanya halaman rumah maupun garis sempadan bangunan. Tampak salah satu rumah dengan pagar yang langsung perbatasan dengan jalan umum. |
Tidak adanya halaman rumah maupun garis sempadan bangunan. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional dan menyesuaikan iklim setempat |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional modern dan menyesuaikan iklim setempat. |
Kombinasi antara gaya arsitektur kolonial dengan gaya lokal dengan mengambil elemen-elemen tradisional dan menyesuaikan iklim setempat |
Jarak antar rumah satu dengan yang lainnya berhimpitan. |
4. Rumah Warga dan Pasar (Simpang empat) Desa Jemirahan
Desa Jemirahan ini diperkirakan usianya tidak jauh dengan desa Kedung Cangkring dan Pejarakan, dilihat dari bentuk dan gaya arsitekturnya, tata letak bangunan rumah berdiri berdempet-dempetan. Seperti di simpang empat Jemirahan ini, dimana terdapat beberapa rumah klasik, bangunan pertokoan dan pasar tradisioanal. Sudah dapat diduga bahwa desa Jemirahan juga merupakan ”Kota Tua” di Sidoarjo, menjadi pusat ekonomi atau perdagangan. Bangunan tersebut memang telah ada beberapa kali mengalami renovasi, tapi sisi arsitekturnya masih terkesan bergaya etnik kolonial Belanda, etnik timur tengah (Arab) bahkan etnik China.
Kombinasi antara gaya arsitektur timur tengah (Persia/arab) dan etnik China, menyesuaikan dengan iklim setempat, Mengambil elemen-elemen tradisional dan diterapkan pada bentuk arsitektur. |
Simpang empat Jemirahan, Tampak jelas bahwa dulunya sebagai tempat keramaian dan pusat perdagangan. |
Simpang empat Jemirahan, Tampak jelas pusat perdagangan dimana banyak terdapat bangunan Pertokoan. |
Pasar tradisional (krempyeng) Jemirahan |
Para sahabat semua, inilah sedikit tulisan saya
tentang bangunan etnik klasik di Jabon, dengan latar
belakang sejarah yang umum-umum saja dan hanya saya contohkan bangunan yang ada
di sekitar tempat tinggal saya. Masih ada beberapa bangunan-bangunan klasik
bisa dikatakan juga bangunan tua dan bersejarah di Jabon dan sekitarnya.
Harapan saya, semoga bangunan-bangunan ini tidak tergerus oleh jaman, atau
roboh hanya karena dikalahkan oleh kepentingan ekonomi semata dan Vandalisme. Semoga
bisa bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar